Selasa, 03 Juli 2012

Pergeseran Hakekat Lingkungan Keamanan Abad 21


Oleh : Prof. Dr. Muladi, SH. Mantan Gubernur Lemhannas RI

Selama  kurang lebih 15 tahun terakhir masyarakat di dunia menjadi saksi terjadinya  3 hal yang berkaitan satu sama lain, yaitu  : berakhirnya Perang Dingin; keruntuhan Marxisme-Leninisme sebagai suatu ideologi revolusioner di dunia; dan bangkitnya  suatu lingkungan keamanan dunia yang baru. Lingkungan strategis telah mengalami  suatu transformasi  dari apa yang oleh John Lewis Gaddis dikatakan  sebagai the “Long Peace’of the 20 century Cold War” ke arah  suatu situasi yang oleh US Pentagon  digambarkan  sebagai a “Long War’ against the diffuse of an Islamist insurgency”.(Evans, 2007)
Selama Perang Dingin (Long Peace) abad 20 terjadi  banyak perang regional mulai dari Korea terus ke Vienam dan selanjutnya  Afganistan, tetapi stabilitas struktural tidak pernah goyah  sebab tidak terjadi perang utama  antara dua kekuatan besar.  Digambarkan bahwa persiapan perang memang terjadi antara Pakta Pertahanan NATO dan Pakta Warsawa, yang digambarkan sebagai suatu “symphony orchestra”  yang megah dengan tahapan (lembaran musik)  yang bisa diperkirakan  dan dimengerti dengan baik oleh masing-masing musisi.  Saat ini dalam suasana “Long War“ abad 21 persiapan konflik bersenjata menyerupai musik jazz (jazz playing), dengan segala improvisasinya dan akan sulit diramalkan bentuk musik yang akan terdengar.   

Kejadian 11 September 2001 merupakan gejala  mengerikan tentang terjadinya perobahan mendalam  di dunia . Teknologi telah menyebarkan kekuatan jauh dari pemerintah dan memperkuat  individu dan kelompok untuk berperanan dalam politik dunia termasuk menimbulkan kerusakan secara besar-besaran untuk melawan pemerintah.
Privatisasi telah meningkat  dan terorisme  merupakan  privatisasi perang (terrorism is the privatization of war). Kejadian 11 September berasal dari globalisasi dari kekerasan informal sebagai kategori baru  dari “asymmetric warfare” yang diprakarsai oleh “non-state actors”.
Di dalam perkembangan “the Long War”  terjadi apa yang oleh Blok Barat disebut sebagai bentuk baru dari penyebaran  senjata pemusnah masal, penapis turbulensi global , dan penyebaran rasa takut terorisme (novel setting of diffusion  and diversification  of weapons of mass destruction, percolating global turbulence, and widespread  fear of terrorism). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter atau hakekat perang telah berobah.
Namun harus dicatat bahwa berkembangnya bahaya asimetrik yang bersifat dan berdimensi   “new multi-centric environment” tidak dengan sendirinya akan menghapuskan bahaya tradisional yang bersifat simetrik (state-centric world order)..  Yang terjadi adalah “the two worlds of world politics”, dimana interaksi dunia yang berkarakter simetrik atau  “state centric” dan  dunia asimetrik berupa  “multicentric world” semakin meningkat  dan menciptakan  bentuk konflik bersenjata yang  berubah-ubah dan sulit diprediksi sebelumnya.  
Apa yang menjadikan lingkungan strategis abad 21 begitu  bergolak bukanlah  faktor perobahan itu sendiri, tetapi karena kompresi atau tekanan dan  saling keterkaitan  dari perobahan yang cepat antara   dunia “the state- centric”  dan “multi-centric”  akibat penggunaan jaringan elektronik.
Dalam hal ini dua cabang  sistem keamanan global  yang telah berkembang  mengandung 3 (tiga) kecenderungan: (a) pergeseran pemikiran yang  berorientasi pada teritorialitas kearah keterhubungan (connectedness) dan pengurangan frekuensi  perang antar negara; (b) kekaburan perbedaan  antara negara dan masyarakat serta kebijakan  luar negeri dan domestik sehingga menciptakaan  suatu kebutuhan  nasional tentang kebijakan keamanan; dan (c) penggabungan  dari  bentuk –bentuk konflik bersenjata yang konvensional dan tidak konvensional. Dalam hal ini dikatakan bahwa “the most powerful weapon in the world, the ability to manage every aspect of a conflict from one operation centre”.  
Dalam hal ini Jenkins menggambarkan perbedaan antara musuh dunia Barat di Era Perang Dingin dan  yang berkembang di abad 21 sebagai berikut :
“The enemies  of yesterday were static, predictable, homogenous, rigid, hierarchical, and resistant to change. The enemies of today are dynamic, unpredictable, diverse, fluid, networked, and constantly evolving” (Evans, 2007).
Logika dari timbulnya perang asimetrik pada dasarnya berkaitan  dengan ketidakseimbangan  kekuatan dan teknologi perang antara negara yang beselisih (mis. Palestina menghadapi Israel; Al Qaeda melawan AS).sehingga menerapkan taktik yang tidak konvensional. Yang lemah mengklaim punya hak untuk menggunakan taktik tidak konvensional, yang terdiri atas  serangan terhadap penduduk sipil, karena merupakan jalan satu-satunya  untuk mengimbangi kekuatan musuh. Mereka mengklaim dirinya sebagai pihak yang tidak beruntung menghadapi perang yang tidak imbang.
Dengan demikian nampak adanya dua dimensi bahaya terhadap baik negara maupun manusia di masa depan pasca Perang Dingin. Di samping tetap adanya ketegangan antar negara seperti antara India dan Pakistan yang sama-sama memiliki senjata nuklir, munculnya kekuatan baru seperti China, kecurigaan AS dan Barat terhadap negara-negara yang dianggap sebagai  “roque States” (Korea Utara, Iran), intervensi antar negara dalam masalah-masa;llah konflik antar nagara (di Afrika),   maka muncul “new threat patterns” seperti : kejahatan transnasional terorganisasi, perdagangan senjata-senjata ringan (small arms) , perompakan dl laut bebas, terrorisme yang melengkapi dirinya dengan senjata-senjata pemusnah massal, “information warfare”, ancaman terhadap kedutaan-kedutaan besar, kapal, pesawat udara dan asset-asset lepas pantai, migrasi illegal, dan degradasi lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar