Senin, 02 Juli 2012

Hidayat Nurwahid : Pribadi yang Bersahaja


Oleh : Setiya

Saya bukan warga DKI, dan tidak akan ikut memilih dalam prosesi Pilgub DKI. Namun saya ikut senang mendengar pak Hidayat Nurwahid maju menjadi salah satu calon. Secara pribadi saya tidak terlalu mengenal beliau, namun saya pernah beberapa kali berinteraksi secara langsung secara tidak sengaja.
Interaksi yang cukup mengejutkan saya adalah saat beliau menjabat sebagai Ketua MPR RI. Saya pernah diajak oleh seorang teman menjemput pak Hidayat di stasiun kereta api Tugu, Yogyakarta. Saya hampir tidak percaya bahwa seorang Ketua MPR naik kereta api Senja Utama kelas bisnis, dari Jakarta menuju Yogyakarta untuk menengok ibunda di Prambanan.
Biasa Naik Kereta Api Senja Utama Kelas Bisnis
Ternyata benar. Beliau naik kereta api Senja Utama kelas bisnis, bersama seluruh anggota keluarga, yaitu isteri dan anak-anak. Saya benar-benar merasa kagum atas sikap yang sangat bersahaja dan sederhana tersebut. Tidak ada ajudan atau staf pribadi yang mendampingi atau menemani, tidak ada protokoler penyambutan di stasiun kereta api. Pak Hidayat diantar dengan mobil Kijang dari stasiun Tugu menuju Prambanan.

Dua hari beliau menengok ibu di Prambanan, saat kembali ke Jakarta beliau juga menggunakan kereta api Senja Utama kelas bisnis. Bukan kereta api kelas eksekutif, bukan pula pesawat terbang. Benar-benar bersahaja. Salah seorang teman yang ikut mengantar beliau ke stasiun Tugu menjelaskan, bahwa begitulah kehidupan keseharian pak Hidayat. Apa yang dilakukan itu bersifat alami, tidak dibuat-buat untuk mencari sensasi atau agar disorot media. Toh nyatanya tidak ada satupun media memberitakan kebiasaan pak Hidayat naik kereta api kelas bisnis ini.
Kejadian seperti ini bukan hanya sekali dua kali, namun sering dilakukan pak Hidayat bersama keluarga. Berbeda dengan beberapa kalangan pejabat yang tidak pernah naik kereta api, namun sekalinya naik KRL langsung disorot media dan diberitakan sampai sebulan. Membuat citra seakan-akan pejabat yang merakyat dan sederhana. Pak Hidayat jauh dari sikap dan perilaku seperti itu. Beliau naik kereta api Senja Utama bukan untuk mencari popularitas, bukan karena kampanye, namun memang demikianlah jiwanya mengajarkan untuk hidup sederhana.
Casing HP Pecah
Sangat banyak kisah kehidupan keseharian pak Hidayat. Salah satunya saya dapatkan dari seorang teman yang pernah menjadi asisten beliau saat menjadi Ketua MPR. Teman ini bercerita, suatu ketika diminta pak Hidayat membelikan lem alteco. Tanpa bertanya kegunaan lem tersebut, sang asisten langsung pergi membelikan.
Setelah lem diserahkan ke pak Hidayat, sang asisten penasaran, digunakan untuk apa lem tersebut. Maka diam-diam ia menyelinap masuk ke ruang kerja pak Hidayat. Betapa terkejut sang asisten menyaksikan pak Hidayat menggunakan lem tersebut untuk memperbaiki casing HP beliau yang retak karena terjatuh.
Ia tidak menyangka, seorang politisi senior, seorang Ketua MPR, masing mengurus casing HP yang pecah. Bukan membeli casing baru, atau membeli HP baru, namun membeli lem untuk memperbaiki casing yang pecah. Lagi-lagi, kejadian seperti ini tidak pernah masuk pemberitaan media massa. Kehidupan beliau sangat sepi dari publisitas. Beliau melakukan segala aktivitas secara alami, tanpa kemasan branding, atau menyewa konsultan untuk memperbaiki penampilan atau membayar media planner untuk mengatur tampilan beliau di media.
Semua berjalan sangat alami, tanpa sentuhan entertainment. Itulah sosok sederhana Hidayat Nurwahid yang sempat saya kenal.
Menjadi Calon Gubernur DKI
Karena telah berbekal sedikit informasi mengenai pribadi pak Hidayat yang sangat bersahaja, saya tidak heran ketika membaca detik.news tanggal 25 April 2012 kemarin yang memberitakjan salah satu aktivitas pak Hidayat sebagai salah satu calon Gubernur DKI. Detik.news memberitakan pak Hidayat Nurwahid menjajal transportasi Ibukota untuk menyerap aspirasi warga. Ia rela antre membeli tiket dan bergelayutan di atas KRL Commuter Line dan bus TransJakarta.
Hidayat tiba di Stasiun Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (25/4/2012) sekitar pukul 10.00 WIB. Hidayat mengenakan batik motif Monas warna oranye diberi tiket kereta Rp 6.500 oleh tim suksesnya. Ia menyapa penumpang yang tengah menanti kedatangan kereta.
Di dalam KRL Commuter Line, Hidayat memilih berdiri. Padahal, ada beberapa kursi yang kosong. Hidayat menanyakan keluh kesah para penumpang kereta. Sejumlah penumpang lalu menumpahkan unek-uneknya. “Kalau bisa kereta ditambah, biar tidak ada penumpukan dan keterlambatan,” ujar seorang pria penumpang KRL.
Menanggapi keluhan itu, Hidayat mengaku KRL masih sangat kurang di Jakarta.“Kemarin, sudah ada penambahan KRL 20 rangkaian. Namun, rasionalnya untuk mencapai target penumpang 1,2 juta diperlukan penambahan KRL lagi, mungkin 1.440 KRL lagi. Kalau itu dipenuhi, dibutuhkan anggaran hampir Rp 1 triliun dan itu bukan ukuran yang besar untuk APBD DKI,” papar pak Hidayat.
Menurut dia, penambahan gerbong dapat menjadi solusi dan efektif untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. “Kita akan memenuhi secara bertahap sehingga angka 1.440 bisa terpenuhi dan bisa mengangkut 1,2 juta orang per hari,” janjinya. Ia mengusulkan agar Pemprov DKI melakukan komunikasi yang intensif dengan KAI seperti dengan membuat anak perusahaan KAI. “Intinya, DKI harus siap supaya bisa secepat mungkin sediakan sarana transportasi yang cukup baik supaya tidak ada keterlambatan dan penumpukan penumpang,” kata Hidayat.
Bus TransJakarta
Setelah naik KRL Commuter Line, Hidayat lalu bergegas naik bus TransJakarta dari Halte Gambir menuju Halte Harmoni. Ia juga memilih bergelayutan dan berbaur dengan penumpang busway lainnya. Hidayat juga menampung aspirasi para penumpang bus TransJakarta.
Hidayat kemudian turun di Halte Dukuh Atas. Di halte inilah, Hidayat mengantre karcis Rp 3.500 untuk menuju halte Warung Jati. “Nggak (capek ngantre) karena dari dulu manusia jalanan. Sejak tahun 1962 naik bus, metromini termasuk bajaj dan itu sudah biasa, tidak merasa capek,” kata Hidayat.
Menurut dia, Jakarta seharusnya menyiapkan transportasi yang nyaman dan tidak menumpuk seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar